PERIHAL jiwa
Kadiroen yang tergoda, luka, dan sakit itu pun tidak bisa ia katakan kepada
kedua orangtuanya. Karena ia sudah berjanji pada Ardinah untuk tidak
memberitahukan kepada siapa pun. Bahwa orang tua Kadiroen amat bahagia menyambut
kedatangan anaknya yang membawa kabar, bahwa ia sudah naik pangkat menjadi
wedono, itu pun tidak usah diceritakan lagi di sini.
Orangtua Kadiroen mengerti bahwa anaknya kini
sudah berumur lebih dari 24 tahun. la bertanya kepadanya apakah ia sudah ingin
menikah. Tetapi Kadiroen menjawab “belum”. Memang sudah biasanya orangtua dari
seorang perjaka bertanya apakah anaknya sudah ingin kawin. Dan kalau sudah
ingin maka lalu orangtuanya kemudian mencarikan istri. Kadiroen ingin
menyimpang dari adat kebiasaan seperti itu. Karena ia belum bisa menentukan,
apakah ia bakal mencintai istri yang dicarikan oleh orangtuanya itu. Dan kalau
umpama tidak cinta, tentunya akan menyusahkan orangtuanya juga.
Kadiroen hanya mau kawin dengan seorang
perempuan yang ia pilih sendiri. Ia memilih berdasar atas rasa cinta. Coba
Ardinah belum mempunyai suami, tentu ia akan minta kawin dengan Ardinah. Tetapi
sekarang hal itu tidak mungkin. Ketika Kadiroen ditanya oleh orangtuanya
mengenai perkawinan, jiwa Kadiroen saat itu sedang hancur, jadi tentu saja ia
tidak ingin kawin. Kadiroen berharap, sehabis cuti 14 hari itu, selanjutnya ia
akan meninggalkan Ardinah selamanya. Sebab tempat tinggal Kadiroen sebagai
wedono sangat jauh dengan Ardinah. Ia berharap jiwanya akan sembuh dan tidak
lagi teringat kepada Ardinah. Tetapi siapa akan bisa melupakan cinta sejati?
Cinta sejati hanya datang sekali dalam hidup manusia, dan seumur hidup rasa
cinta itu tidak akan hilang bekas-bekasnya dan dilupakannya. Lelaki bisa jatuh
cinta lagi dengan perempuan lain - dan sebaliknya - tetapi, sifat dan rasa
hatinya terhadap cinta yang kedua itu akan sangat berbeda dengan cinta yang
pertama. Oleh karena luka jiwa cinta pertama yang tak tergapai itu, seumur
hidup masih ada bekasnya dan sering pada suatu saat nanti akan teringat lagi.
Begitupun kenyataannya pada diri Kadiroen. Pasal ini akan diceritakan dalam
lain bagian di belakang nanti.
Sehabis cuti, Kadiroen pergi ke ibukota
Distrik Rejo. Ia mengambil alih pekerjaan wedono yang ia ganti. Wedono yang
lama adalah seorang pejabat yang sudah sangat tua dan tergolong kolot. Tetapi
amat baik hatinya dan selamanya berusaha memakmurkan kehidupan rakyat. Karena
sudah tua, maka ia minta pensiun. Sewaktu wedono tua habis menyerahterimakan
jabatannya kepada Kadiroen sebagaimana kebiasaan yang berlaku maka ia minta
waktu berbicara sendirian dengan Kadiroen.
"Dinda, saya seorang pejabat tua. Saya
sangat mencintai rakyatku. Karena itu saya sangat susah, karena terpaksa harus
meninggalkan pekerjaan saya ini. Saya bilang terpaksa karena rupa-rupanya saya
sudah tua dan sudah tidak bisa lagi menyesuaikan dengan kemajuan zaman
sekarang. Itulah sebabnya, bagaimanapun usaha saya memakmurkan kehidupan
rakyat, tetapi tambah lama justru menjadi tambah miskin rakyat yang saya
pimpin, yang sudah kuanggap sebagai anak-anakku sendiri itu. Sesungguhnya,
dahulu rakyat yang saya pimpin menurut kehendak Gupermen dapat hidup mulia
lahir-batin. Sekarang ternyata tambah miskin dan hidup kesusahan. Selain itu,
perilaku rakyatku yang dahulu begitu baik dan halus, sekarang semuanya sudah
berubah. Saya sudah lama mencoba memperbaiki hal ini. Tetapi semua usaha saya
tidak berhasil. Karena itu saya merasa ketinggalan dengan kemajuan zaman
sekarang ini. Maka saya minta pensiun, supaya bisa menyerahkan jabatan kepada
yang lebih muda dan bisa menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Saya mengharap dan
selalu mendoakan kepada Dinda Kadiroen, berusahalah yang keras untuk menjaga
keselamatan kehidupan rakyat di sini."
Kadiroen mendengarkan petuah-petuah bijak
dari seorang wedono tua itu dengan perasaan hormat dalam hatinya. Muka wedono
tua itu, dan rambutnya yang seluruhnya sudah hampir memutih, dapat meyakinkan
semua orang muda untuk dapat mempercayai dan menghormatinya seperti hormatnya
cucu kepada kakeknya. Memang, di antara pejabat kuno, ada banyak yang dengan
tulus ikhlas mencintai rakyatnya. Hanya karena mereka memerintah dan mengatur
semua hal, menurut aturan dan adat yang sudah kuno - sedang semakin lama zaman
terus berubah - maka para pejabat tersebut lalu tidak bisa lagi menyesuaikan
dengan kemajuan zaman baru. Itulah sebabnya, mengapa sering terjadi
perselisihan dengan rakyat pada zaman baru itu. Dan para pejabat-pejabat yang
kuno, meskipun maksud hatinya menurut keyakinannya begitu baik untuk rakyat,
tetapi wedono yang budiman tersebut minta segera pensiun karena mengerti akan
hal ini.
Adapun ibukota dari Distrik Rejo bernama Rejo
juga. Distrik itu dibagi menjadi empat bagian, yaitu empat onderdistrik yang
diperintah oleh empat asisten wedono. Sekarang Kadiroen mesti menjadi kepala
dari keempat onderdistrik itu. Kadiroen ingin memerintah dengan adil dan betul.
Artinya, memerintah begitu rupa, supaya semua rakyat di situ hidup selamat dan
berkecukupan. Karena Kadiroen sudah mendengar dari wedono tua bahwa rakyat di
situ boleh dibilang miskin dan susah hidupnya, berlainan dengan zaman dahulu.
Itulah sebabnya Kadiroen terlebih dahulu ingin mendapat keterangan yang
secukupnya mengenai hal-hal di bawah ini:
1. Kehidupan rakyat di situ apakah sudah
berkecukupan dan selamat, serta usaha yang bagaimana serta apa penghasilannya
dahulu sehingga bisa berkecukupan?
2. Sekarang bagaimana kehidupan rakyat,
bagaimana usaha hidupnya dan bagaimana serta apa penghasilannya?
3. Apakah ada perubahan antara dahulu dengan
sekarang, dan apakah perubahannya, sehingga memiskinkan kehidupan rakyat?
4. Apakah ada hal-hal lain yang sudah
membikin mundurnya keselamatan rakyat?
Untuk
keperluan ini, maka Kadiroen secepat-cepatnya memanggil empat asisten wedono
yang ada di bawah kekuasaannya untuk mengadakan rapat. Di situlah
masalah-masalah tadi diurus. Asisten Wedono A menerangkan bahwa ia baru satu
tahun memerintah di daerah itu. Jadi kurang mengetahui asal usul zaman dahulu.
Asisten Wedono B baru dua tahun, jadi jawabannya seperti jawaban A. Begitupun
C. Hanya Asisten Wedono D yang sudah lima belas tahun memerintah di wilayahnya.
Lalu ia menerangkan hal yang berlainan dengan keterangan wedono yang baru
pensiun. Ia mengatakan bahwa onderdistrik yang diperintahnya, dahulu rakyatnya
bodoh-bodoh, miskin sebab hidupnya hanya bertani saja. Sekarang hidupnya cukup,
kepandaian mencari uang bertambah dan bisa bekerja sebagai kuli pabrik dan
sebagainya. Jadi betul kalau zaman dahulu dibanding dengan sekarang memang
sudah mengalami perubahan besar. Tetapi perubahan itu menjadikan semakin
majunya kehidupan rakyat. Ia mengatakan bahwa semua itu Asisten Wedono D-lah
yang telah mengusahakannya.
Kadiroen belum mendapatkan jawaban yang
memuaskan dari rapat yang pertama itu. Karena itu, ia membikin keputusan bahwa
semua asisten wedono wajib mengumpulkan semua lurah yang ada di desanya. Adapun
setiap lurah wajib membawa seorang tetua desa dari desanya sendiri. Kumpulan
itu wajib diadakan di pendopo asisten wedono masing-masing. Dan di situ
Kadiroen akan turut hadir untuk mengurusnya.
Tiada
berapa lama Kadiroen datang ke onderdistrik Asisten Wedono A. Di sana sudah
kumpul para lurah dan tetua-tetua desa. Kadiroen tahu bahwa orang kecil
menghadap priyayi atau pejabat besar, selamanya mereka merasa takut dan tidak
berani berkata berterus terang dalam hal-hal yang sekiranya akan bikin repot
atau banyaknya pekerjaan pejabat. Orang kecil takut mendapatkan marah dan
dikatakan rewel. Karena itu, dalam membuka permusyawaratan tersebut Kadiroen
berpidato begini:
“Sahabat para lurah dan semua tetua desa yang
berkumpul di sini saya mengajak kalian semua untuk musyawarah di sini, tidak
untuk mendapatkan keterangan berdusta. Saya mempunyai maksud, memakmurkan orang
kecil yang ada di dalam wilayah distrik saya, saya perlu mengetahui lebih
dahulu hal ihwal rakyatku. Dan jika saya sudah mengerti, tentulah bisa berusaha
guna memakmurkan rakyat semuanya. Kalau rakyat hidupnya susah, tentu saya akan
turut susah. Dan karena itu, siapa dari kalian yang saya tanyai sesuatu, jangan
takut berkata dengan berterus terang apa adanya. Siapa yang menjawab dusta,
maka ia saya pandang rewel dan ingin membikin susah saya. Jelas?"
"Inggih bendoro!" kata
mereka bersama-sama. Perkataan Kadiroen di atas tadi, rupa-rupanya menyenangkan
semua yang datang. Dan kelihatannya mereka tidak akan takut menerangkan semua
hal ihwal desanya. Kadiroen tahu, biasanya orang kecil takut kepada lurahnya.
Oleh karena itu, terlebih dahulu ia meminta semua keterangan dari para tetua
desa. Sesudah itu baru dari lurah-lurahnya. Adapun keperluannya, supaya rakyat
sendiri yang akan menerangkan sesuai dengan apa yang terjadi sesungguhnya.
Jangan hanya mengikuti keterangan dari lurahnya saja. Kadiroen sering mendengar
ada lurah yang mengatakan bahwa hal-hal yang ada di desanya telah baik,
sedangkan sesungguhnya tidak demikian. Mereka hanya ingin mendapat pujian dalam
pangkat dan pekerjaannya. Oleh karena itu, Kadiroen memandang kurang cukup
kalau hanya mendapatkan keterangan dari lurah-lurahnya saja. Tetapi, ia mesti
dapat keterangan dari tetua penduduk desa setempat. Itulah sebabnya, mengapa
Kadiroen mengundang para tetua desa dalam musyawarah tersebut, dan mereka
dimintai keterangan lebih dahuIu. Rapat di wilayah Onderdistrik A itu
berlangsung cukup lama. Dan Kadiroen mendapat keterangan yang singkatnya
sebagai berikut.
1. Pada zaman dahulu, jadi waktu sedikit
kuno, kehidupan rakyat memang tenteram dan berkecukupan. Hampir semua mempunyai
kerbau, sapi, rumah, lumbung dan sebagainya. Karena kehidupan yang cukup itu,
maka di desa menjadi selamat, aman dan tenteram. Pada saat itu jenis usaha
kehidupan rakyat hanya sedikit macamnya dan gampang. Yang laki-laki sebagian
besar menjadi petani, ada satu-dua menjadi dukun, tukang kayu, tukang besi,
tukang emas, dan pertukangan lain-lainnya. Mereka semua bekerja dengan bebas
untuk keperluannya sendiri-sendiri. Yang perempuan membantu lelakinya dengan
menanam, memotong, mengetam padi, membatik, berjualan hasil bumi ke pasar dan
sebagainya. Sedang anak-anak biasanya membantu orangtua memelihara hewan-hewan
ternak. Hasil bumi biasanya berupa padi, ketela, jagung dan sebagainya.
2. Sekarang kehidupan penduduk banyak yang
berkesusahan. Banyak yang tidak mempunyai kerbau dan ternak lagi. Hanya satu-dua
yang masih bisa mempunyai lumbung. Memang, hampir semua masih mempunyai rumah
sendiri-sendiri. Tetapi, banyak yang mempunyai pinjaman pada orang-orang mindring.
Itulah sebabnya, desa sekarang menjadi tidak aman lagi. Lalu banyak orang jahat
seperti pencuri, perampok dan sebagainya. Jenis usaha kehidupan rakyat ada
banyak, misalnya menyewakan tanah pada pabrik gula - dalam distrik wilayah
Kadiroen ada empat pabrik gula - dan juga bisa menjadi kuli atau buruh pabrik.
Semua orang laki-laki, perempuan dan anak-anak ada satu-dua yang masih menjadi
tukang-tukang tersebut sebagaimana disebut di atas dan masih banyak yang
bertani di sawah untuk keperluannya sendiri. Sedang yang tidak punya pekerjaan
sekarang bisa gampang mendapat pekerjaan di kota-kota atau di tempat-tempat
lain. Pendek kata jenis usaha kehidupan rakyat atau pekerjaan lahirnya itu
tidak kurang. Meskipun ada suatu masa di mana dalam satu tahun ada banvak orang
yang tidak mendapat pekerjaan sama sekali. Selain itu, bedanya zaman dahulu
dengan sekarang, yaitu hasil rakyat zaman dahulu berupa hasil-hasil pertanian,
sekarang hasilnya berupa uang.
3. Jadi nyata ada banyak perubahan yang
kentara secara lahiriah, yaitu perubahan kemunduran alias kaya menjadi miskin.
Perubahan yang besar lagi, bahwa dahulu rakyat dapat penghasilan dari tanah,
sekarang uang. Menurut kenyataan tersebut ini, maka hampir semua orang merasa
mengalami kemunduran. Tetapi jarang yang mengetahui apa sebabnya bisa mengalami
kemunduran itu.
4. Begitupun dengan lurah-lurah dan para
tetua yang berkumpul di Onderdistrik A, sama, tidak ada yang bisa menjelaskan
sebab-sebab kemunduran itu. Dan hanya berkata bahwa hal itu sudah zamannya atau
takdir.
Di hari kedua dan ketiga, Kadiroen berbuat
hal yang sama seperti di Onderdistrik A. Mencari tahu keadaan di Onderdistrik B
dan C. Tetapi kesimpulannya sama saja seperti di Onderdistrik A. Pada hari yang
keempat Kadiroen datang di Onderdistrik D, yang oleh asisten wedononya
dikatakan bahwa keadaan rakyatnya di wilayah itu sekarang semakin makmur
ketimbang dahulu.
Pagi-pagi betul Kadiroen datang di
Onderdistrik D di kantornya Tuan Asisten Wedono. Lurah-lurah dan para tetua
desa belum datang di situ. Baru saja Kadiroen duduk, ada seorang polisi desa
datang, mengantarkan seorang perempuan yang sedang menggendong anaknya yang
kira-kira berumur sembilan bulan. Perempuan itu kelihatan amat kurus badannya.
Dan dari pakaiannya kelihatan sangat miskin. Baju robek-robek dan kainnya
bertambal-tambal. Anaknya yang kecil telanjang. Demi melihat mereka, Kadiroen
menaruh betas kasihan pada si miskin itu. Segera Kadiroen bertanya pada pegawai
polisi yang mengantar:
"Itu orang apa?"
"Ini seorang pesakitan Ndoro,
kemarin siang ia ditangkap oleh mandor tegal tebu, sebab ia sedang mencuri tebu
pabrik. Sekarang hamba antar ke sini atas perintah lurah.
Lalu Kadiroen mendekati perempuan tersebut
dan bertanya:
"Mbok mengapa kamu mencuri. Kamu toh
tahu, yang itu adalah perbuatan jelek dan kamu bisa dihukum?" Maka
perempuan tadi menjawab, singkatnya begini: "Bagaimana Ndoro, hamba
punya anak menangis, karena lapar. Sedang hamba juga lapar, uang atau makanan
tidak punya!"
Mendengar jawaban tadi, hati Kadiroen seperti
tergilas oleh mesin. Sebab ia kasihan pada si miskin. Lalu ia meminta keterangan
lebih jauh dan mendapat cerita bahwa perempuan itu dulunya hidup cukup. Tetapi
kira-kira dua tiga bulan ini dia dan suaminya tidak mendapat pekerjaan di
desanya. Lalu ia menjadi miskin, dan suaminya terpaksa meninggalkan sang istri
untuk mencari pekerjaan lain di tempat yang jauh. Karena kurang ongkosnnya,
sedang di tempat lain itu belum tentu mendapat pekerjaan, maka istri dan
anaknya tadi terpaksa ditinggal dan hidup sengsara di desa. Sehingga pada suatu
hari tadi, terpaksa ia mencuri tebu untuk mengisi perutnya. Mendengar cerita
tadi, hati Kadiroen rasanya seperti menangis. Dan amat betas kasihan pada si
malang itu. Segera Kadiroen dengan uangnya sendiri menyuruh membelikan makanan
yang cukup untuk perempuan tadi dan ia memberi derma uang sebesar f.2.50,-
kepadanya. Kecuali itu ia tidak bisa menolong apa-apa lagi. Dan perempuan itu
meski menghadap di muka Landgerecht sebab mencuri sepotong tebu. Di sini
Kadiroen tidak bisa menghalang-halangi hukum. Ia meski menjalani hukum itu.
Siapa yang mencuri mesti dihukum. Apakah sebabnya mencuri pun hanya untuk
menimbang berat ringannya hukuman saja. Hal ini memang sudah seadil-adilnya.
Sesudah semua lurah dan tetua desa berkumpul,
maka Kadiroen membuka pembicaraan seperti di Onderdistrik A, B, dan C, serta menambah
bahwa kehidupan yang melarat itu gampang menggoda manusia, sehingga ia menjadi
jahat. Oleh karena itu, semua diminta keterangan sebenar-benarnya, supaya
Kadiroen bisa berusaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat, agar rakyat tetap
baik budi pekertinya.
Maka kesimpulannya, semua masalah di
Onderdistrik D persis sama dengan onderdistrik lainnya. Sesudah itu, maka
permusyawarahan dibubarkan. Dan berbeda dengan adat kebiasaan pejabat yang
kasar dan gampang marah kepada pejabat yang ada di bawahnya, Kadiroen lalu
menasihati Wedono D secara sendirian, tidak diketahui oleh orang-orang lain,
supaya selanjutnya asisten wedono itu jangan berdusta: mengatakan kehidupan
rakyat makmur pada kenyataannya tidak. Asisten wedono tersebut mengaku
bersalah, dan berkata bahwa dia takut mendapat marah kalau dahulu mengatakan
bahwa kehidupan rakyatnya sengsara. Memang sering terjadi, para pejabat
membesar-besarkan kemakmuran rakyat di bawah pemerintahannya dan menutup-nutupi
kekurangan rakyat agar ia mendapat pujian bahwa ia pandai. Kedustaan seperti
itu justru menyusahkan para pembesar dan pemerintah. Karena mereka selanjutnya
tidak tahu betul hal ihwal rakyat di desa-desa. Tetapi seorang pejabat yang
menjelaskan kekurangan kehidupan rakyat pun, sering mendapat malu dan dimarahi
oleh atasannya. Ia katakan kurang pandai memenuhi kebutuhan rakyat. Buat
seorang pejabat yang dasarnya tidak kesatria, maka mereka sering berbuat
kekeliruan dan memilih berbuat dusta daripada malu dimarahi. Sebaliknya seorang
pejabat yang kesatria, tidak berbuat dusta, mereka berusaha menerangkan
sebab-sebab kemunduran keselamatan rakyat itu serta membikin voorstel-voorstel
pada pembesarnya guna memperbaiki keadaan rakyat itu. Mereka mencari pangkat
tidak dengan perbuatan-perbuatan yang tidak halal, tetapi dengan kebenaran dan
kesucian hati menghadapi pada rakyat di bawah perintahnya. Kadiroen menerangkan
hal ini dengan halus pada Asisten Wedono D. Dan ia mendengar janji bahwa
asisten wedono itu seterusnya akan bertindak dengan benar dan tidak berdusta lagi.
Datang di kawedanan atau kantor wedono,
Kadiroen memikirkan keterangan-keterangan yang sudah ia dapatkan dari keempat
pertemuan tersebut. Banyaknya penghasilan dan pekerjaan untuk rakyat hampir
sama seperti zaman kuno. Ya, sekarang justru lebih banyak jenis pekerjaan.
Meskipun begitu, toh rakyat tambah miskin. Apa sebabnya? Kadiroen mengira bahwa
rakyat sendiri yang salah. Tentunya rakyat lebih royal ketimbang yang dahulu.
Sehingga hasil yang mereka dapat tidak seimbang dengan belanja yang mereka keluarkan.
Artinya rakyat mengeluarkan ongkos hidup lebih besar dari pendapatannya. Tetapi
umpama perkiraan itu betul, apakah sebabnya sehingga rakyat berbuat begitu?
Apakah adat mereka yang berubah. Kadiroen mengerti bahwa memang biasanya
bumiputera senang kelihatan kaya. Seperti dalam hal mengawinkan anak, membikin
keramaian yang tidak kecil ongkosnya, pada Hari Raya 1 Syawal menyalakan mercon
atau kembang api dan kesenangan lainnya. Mereka mau mengeluarkan ongkos yang
banyak untuk keperluan-keperluan begitu. Sebab kalau tidak begitu, mereka malu
pada sahabat-sahabatnya. Umpamanya betul ini adat yang memiskinkan rakyat, toh
zaman dahulu adat itu juga ada; mengapa hal yang sama, sekarang menyebabkan
miskin? Kadiroen menyangka bahwa royal-nya rakyat bertambah tapi mengapa
bertambah? Kadiroen menyangka biasanya tambah royal itu karena terbawa oleh
hasil yang didapat rakyat sekarang ini lebih gampang dikeluarkan, lain dari
zaman dahulu.
Tentang masalah ini Kadiroen mengira karena
sekarang rakyat kebanyakan mendapat hasil berupa uang. Sedang dahulu berupa
hasil tanah seperti padi, beras, kelapa, jagung, ketela dan sebagainya. Uang
sangat enteng dan gampang dikeluarkan. Sebaliknya, hasil tanah sangat berat dan
sedikit susah dikeluarkan. Rakyat mencari gampangnya. Itu sudah menjadi
kebiasaan kebanyakan manusia. Oleh karena itu, mereka lebih senang menerima
hasil uang daripada hasil tanah. Karena itu umpama ada hasil tanah, mereka lalu
lekas menukarkan menjual hasil itu dengan uang. Tetapi kemudahan yang
berhubungan dengan uang itu tidak sepadan dengan pengertian dan kepintaran
rakyat. Rakyat tidak tahu betul harganya uang. Dan mereka lebih gampang lagi
mengeluarkan uangnya. Akhirnya, mereka menjual kerbau, sapi dan sebagainya.
Sehingga bertambah lama menjadi bertambah miskin. Begitulah pendapat Kadiroen
setelah ia berpikir lama dan dalam.
Tertarik oleh pendapat itu, maka Kadiroen
secepat-cepatnya menulis surat panjang lebar kepada asisten-asisten wedono di
bawah perintahnya. Di dalam surat tersebut Kadiroen menceritakan pendapatnya.
Dan dengan surat itu, Kadiroen memerintahkan kepada asisten-asisten wedono agar
segera menerangkan maksud surat itu kepada semua lurah. Dan lurah-lurah desa
diperintah untuk memberitahukan masalah itu pada rakyat kecil. Dengan disertai
nasihat supaya rakyat menjadi hemat. Jangan gampang-gampang mengeluarkan harta
benda; royal tayuban dan kesenangan-kesenangan lain yang mahal supaya
dikurangi.
Setelah menulis surat itu, maka Kadiroen
menyuruh mengirimkan surat tersebut. Lalu ia menulis semua urusan dan pendapat
serta perintahnya itu dalam laporan yang panjang lebar pada
pembesar-pembesarnya, yaitu tuan patih untuk diteruskan pada tuan bupati
atau regen.
Kadiroen mengira bahwa aturan yang dibikinnya
sudah bisa diumumkan pada rakyat dalam waktu dua puluh hari. Oleh karena itu,
mulai hari yang kedua puluh satu, setelah suratnya dikirimkan, Kadiroen mau
memeriksa sendiri di desa-desa, bagaimanakah aturan yang dibikinnya itu
diterima oleh rakyat. Kadiroen tahu bahwa jika rakyat ditanya satu per satu oleh
seorang wedono, tentu mereka tidak akan berani menceritakan pikirannya dengan
terus terang untuk mengatakan baik buruknya aturan wedono yang menanyai mereka
itu. Kadiroen berdandan. Dengan pakaian palsu, ia menyamar seperti orang Arab,
layaknya seorang mindring yang mengutangkan kain pelakat dan kain kebaya
kepada penduduk desa. Dengan pakaian begitu, maka ia akan mendapat keterangan
yang sebenarnya dari rakyat. Kadiroen akan mendatangi tiga atau empat desa
dalam sehari di setiap onderdistrik. Dalam empat hari, pekerjaan itu akan bisa
selesai. Mengingat bahwa ia saban hari harus mengerjakan pekerjaannya di kantor
juga, sudah tentu pekerjaan Kadiroen selama empat hari itu akan berat sekali.
Mulai jam empat pagi sudah berangkat bekerja, jam sebelas malam baru bisa
tidur. Segala susah payah itu bagi Kadiroen tidak dihiraukannya. Yang ia ingat
pertama-tama adalah keperluan rakyat yang ada di wilayah distriknya.
Begitulah, maka pada suatu hari kita melihat
seorang Arab palsu alias Kadiroen berjalan mondar-mandir di Desa H,
Onderdistrik A. Ia memasuki satu per satu rumah dan menawarkan jualan
sarung-sarungnya sambil berteriak-teriak:
"Sarung, sarung! Sungguh ini sarung yang
bagus dan murah. Boleh dicicil saban sepasar dan tiga bulan Voldaan.
Mindring sarung buat anak-anak yang mau sunat atau boleh dipakai waktu
punya hajat atau tayuban..."
Orang-orang desa banyak yang tertawa,
mendengarkan orang Arab yang menjajakan dagangannya dengan begitu aneh itu.
"Arab lucu, Arab lucu!" begitulah kata anak-anak kecil sambil mengikuti
"Arab Kadiroen" di belakangnya. Tetapi dengan cara berjualan yang
begitu aneh itu pula akhirnya bisa membuka suara penduduk desa. Begitulah
banyak orang di Desa H tersebut berkata:
"Tuan Sayid, jangankan tayuban, sedangkan
menanggap wayang saja sekarang dilarang keras dan bisa dihukum!"
Kadiroen menjadi heran mendengar keterangan
itu. Karena itu, ia memancing keterangan-keterangan lain yang lebih luas dan
lalu ia mengerti bahwa lurah desa tersebut sudah memberi perintah bahwa Tuan Wedono
yang baru sudah melarang orang kecil ramai-ramai wayangan, tayuban dan
sebagainya. Siapa yang berani melanggar akan dimintakan hukuman oleh lurah.
Sedangkan rakyat diberi nasihat supaya jangan royal. Tetapi lurah dari
desa tersebut sudah mengeraskan nasihat menjadi larangan keras dengan ancaman
hukuman. Memang sering hal yang serupa itu di desa-desa. Nasihat dari atas
dibesar-besarkan kalau sudah di bawah, sehingga menjadi perintah halus,
kadang-kadang menjadi tambah keras lagi dan lalu menjelma menjadi perintah
kasar.
Sudah barang tentu rakyat dari desa tersebut
banyak yang mengomel karena larangan tersebut. Banyak yang memaki-maki pada
wedono baru yang mau mengubah adat orang desa, mau memotong kebebasan mereka
buat mencari sedikit kesenangan. Adapun, sebab-sebab mengapa orang kecil mesti
dinasihati, oleh lurah yang bodoh tadi, tidak diterangkan. Memang banyak lurah
yang begitu bodoh sehingga tidak mengerti sebab-sebab dan manfaat dari perintah
yang baru, apalagi menerangkan hal itu pada rakyatnya. Lurah yang semacam itu
lalu main hantam kromo dalam hal mengurus desanya. Demikian juga adanya
di Desa H.
Bahwa hal-hal serupa itu akan berbahaya bagi
kehormatan pemerintah, itu sudah pasti. Sebaliknya, kemajuan negeri saban tahun
memaksa lahirnya macam-macam aturan yang baru pula. Hal itu sering menyusahkan
lurah desa yang kebanyakan dipilih dari para petani dan para tetua yang jarang
memiliki pengetahuan yang luas serta sesuai dengan tuntutan zaman kemajuan
sekarang ini. Kadiroen mengerti, sesudah "perjalanan rahasia" itu,
bahwa keadaan sebagaimana di Desa H itu juga terjadi di lain-lain tempat.
Kadiroen menjadi susah memikirkan hal ini. Ia mengambil keputusan akan
memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang ditimbulkan oleh pegawai-pegawainya yang
ada di bawah.
Kadiroen menjadi senang bahwa dengan
pura-pura menjadi Arab Mindring itu, ia sudah bisa menyelidiki adanya
jalan pemerintahan di desa-desa. Memang banyak pejabat yang hanya memerintahkan
saja kepada bawahannya, tanpa mengurus bagaimana jalannya perintah di bawah
sebagaimana mestinya. Orang kecil biasanya tidak berani menjelaskan
keberatannya pada pejabat-pejabat di atas. Begitulah, umpamanya sebuah
peraturan di bawah diperintahkan dengan keliru, maka pembesar yang di atas
tidak akan mengetahui kekeliruannya kalau tidak menyelidiki semua hal itu di
desa-desanya sendiri. Sebaliknya, untuk menyelidiki sendiri, hampir para
pejabat tidak mempunyai waktu, dari sebab semakin tinggi pangkatnya, tambah
besar pula urusan yang harus diselesaikannya. Sehingga tambah tinggi
pangkatnya, tambah sedikit pengetahuan mereka tentang bermacam-macam perubahan
pikiran dan perasaan rakyat akibat bermacam-macam aturan di zaman baru.
Ada pula pejabat tinggi yang berusaha
mendapatkan pengetahuan itu dengan pertolongan banyak mata-mata atau spion yang
mereka bayar dengan uang dari sakunya sendiri. Tetapi sejauh mana mata-mata itu
bisa dipercaya? Itulah sebabnya Kadiroen menjadi mengerti mengapa dulu sewaktu
ia menjadi mantri polisi, banyak keterangan yang dibikin-bikin oleh mata-mata itu
sendiri, dengan menyimpang dari kebenaran yang sesungguhnya. Asal saja
mata-mata itu memberikan keterangan dan ia dapat uang.
Kadiroen memikirkan hal itu dan merasa bahwa
ia sebagai seorang wedono yang wilayahnya begitu lebar sekarang terpaksa harus
bekerja keras luar biasa. Tetapi ia tidak akan takut pada pekerjaan yang berat,
asal saja ia bisa membikin keamanan dan keselamatan rakyat yang ada di
distriknya.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Kadiroen
mengadakan rapat di pendopo setiap kantor asisten wedono. Adapun, yang diundang
dalam rapat tersebut adalah semua lurah dan semua penduduk laki-laki di tiga
sampai empat desa yang berdekatan dengan pendopo masing-masing onderdistrik.
Kadiroen datang sendiri dalam vergadering-vergadering yang tidak kecil
(kira-kira 1500 orang).
Di dalam rapat itu ia menjelaskan sendiri
kepada rakyat apa sebabnya ia memberi nasihat supaya rakyat mengerti harganya
uang. Dan ia menandaskan bahwa itu hanya nasihat saja. Vergadering lalu bisa
mengerti bahwa nasihat wedono baru, Kadiroen, sangat baik dan bermanfaat.
Sesudah itu, maka Kadiroen menyuruh lagi pada lurah-lurah, supaya tiga sampai
empat desa lainnya berkumpul dalam satu vergadering dan meminta pada
asisten-asisten wedono supaya mereka ikut dalam vergadering-vergadering tersebut
dan menyuruh mereka supaya menasihati rakyat seperti tadi.
Untuk menjaga supaya jangan sampai ada
kekeliruan lagi dan supaya Kadiroen mengerti kalau ada kekeliruan lagi, maka
Kadiroen memberi perintah supaya orang kecil yang mempunyai keberatan-keberatan
apa saja hendaknya datang sendiri di kawedanan Kadiroen. Begitulah, para
asisten wedono dan lurah-lurah itu juga diperintah supaya mereka mau
menerangkan kepada rakyat. Aturan ini memang sangat berlainan dengan kebiasaan
yang dulu, Kadiroen mau menerima orang kecil tanpa perantaraan seorang lurah
lagi.
Kadiroen merasa bahwa ia terpaksa membuat
aturan baru itu karena ia berusaha memenuhi kebutuhan rakyat. Tentu saja, semua
pejabat yang ada di bawah perintah Wedono Kadiroen banvak yang mengomel begini:
"Wah inilah aturan wedono baru yang
masih muda. Banyak macamnya, tidak seperti yang dulu-dulu. Rewel dan banyak
omong."
Tetapi Kadiroen tidak mengerti, mengapa ada
omelan seperti itu. Karena ia memiliki maksud yang bersih, sebagai seorang yang
ingin menjadi bapaknya rakyat. Maka ia mengira, pejabat-pejabat yang ada di
bawahnya sepakat dan juga memiliki watak seperti dirinya. Kadiroen sudah
berusaha dengan satu cara untuk memperbaiki kehidupan rakyat dan tidak tahu
kalau para pegawai di bawahnya berwatak lain. Pegawai-pegawai itu kebanyakan
meminta cara-cara memerintah seperti zaman dahulu saja.
Sudah barang tentu, dengan usaha Kadiroen
itu, rakyat menjadi percaya kepada dirinya, seperti kepercayaan anak kepada
bapaknya. Kadiroen dicintai oleh rakyatnya. Tetapi ia memiliki bawahan yang
suka mengomel dan tidak menyukai dirinya.
Berhubung dengan permintaan Kadiroen kepada
rakyat supaya mereka datang sendiri kepadanya secara langsung, kalau ia
memiliki keperluan dan keberatan, maka ia sering kedatangan orang-orang dari
berbagai desa. Namun kalau dibandingkan dengan banyaknya penduduk yang ada di
distrik itu, boleh dibilang yang datang ke kantor Kadiroen sangat sedikit. Dan
apa yang diadukan hanyalah perkara-perkara yang penting dan telah jelas
terbukti semuanya, sedangkan kebanyakan dari mereka yang datang, hanyalah
penduduk yang berani-berani. Tetapi meskipun begitu, kebanyakan dari mereka
meminta kepada Kadiroen supaya nama si pengadu jangan diberitahukan kepada para
pejabat yang ada di bawah Kadiroen karena si pengadu takut difitnah. Memang
sering terjadi, seorang kecil yang mengadukan perkara secara langsung pada
pejabat tinggi, ia dibenci dan difitnah oleh pejabat-pejabat yang ada di bawah.
Apalagi kalau pejabat yang di bawah itu yang
bersalah sehingga sampai diadukan seperti itu. Sebaliknya, kalau rakyat tidak
mengadu, maka masalahnya sungguh berat; kelirulah rakyat yang tak kuat lagi
jika lalu mengirim surat "budek" atau surat yang tidak memakai tanda
tangan dan dengan nama palsu kepada pejabat-pejabat tinggi. Kalau surat
"budek" itu diurus akan banyak dijumpai kesalahan. Apalagi kalau
mengurusnya tidak rajin dan kurang hati-hati. Pada kenyataannya sering terjadi
pengaduan rahasia itu kurang beralasan.
Pertama, karena saksi-saksi belum berani
menghadap, karena ketakutan difitnah tadi. Yang kedua, sebab yang menulis dan
mengirim surat itu kebanyakan orang bodoh yang hanya bisa menulis sedikit.
Pengetahuannya tidaklah cukup untuk menerangkan hal-hal dengan jelas dan nyata
tentang kejadian yang sebenarnya.
Kadiroen mengetahui hal-hal ini; karena itu,
selamanya ia rahasiakan nama pengadunya, sedangkan ia tidak lupa mengurus
pengaduan itu hingga selesai. Dengan jalan seperti itu maka para pejabat kecil
yang melakukan berbagai kesalahan sering diketahui oleh Kadiroen. Aturannya,
Kadiroen ini dibenci oleh para pejabat yang ada di bawahnya. Apalagi oleh para
pejabat kecil-kecil, seperti juru tulis dan sebagainya, karena mereka tidak
lagi bisa memungut upah yang macam-macam dari rakyat yang memiliki keperluan
untuk mengurus ini dan itu.
Oleh sebab itu, para pejabat kecil lalu
penghasilannya menjadi berkurang. Hasil-hasil gelap, sekarang hilang sama
sekali. Dengan itu, maka para pejabat yang ada di bawah sering
menghalang-halangi atau memberatkan pekerjaan Kadiroen, hal itu lalu membikin
repotnya Kadiroen. Sejumlah perkara, mesti ditanganinya sendiri. Boleh dibilang
Kadiroen bekerja siang-malam. Semenjak Kadiroen menjadi wedono, wajah dan
badannya kian lama kian bertambah kurus, karena beratnya pekerjaannya itu.
Tetapi Kadiroen tidak begitu memikirkannya. Ia hampir tidak memikirkan badannya
sendiri. Kadiroen hanya mau memikirkan satu masalah; yaitu membikin keselamatan
dan kemakmuran rakyat.
Di antara keluh kesah itu, ada juga rakyat
yang keberatan membayar pajak atau belasting yang hampir saban tahun terus
naik. Tetapi sebagai pegawai gupermen, Kadiroen mesti mengikuti aturan negara
dalam hal pajak ini.
Dan setelah ia hitung dan tahu bahwa pajak si
pengadu sudah semestinya maka ia bukan saja tidak bisa menolong pun ia harus menerangkan
kepada si pengadu bahwa di mana ada negara yang hidup teratur, maka di situ
pasti ada pajak. Gupermen tambah tahun tambah besar belanjanya, sebab kemajuan
negara memaksa adanya bermacam-macam aturan baru yang selamanya menambah
ongkos. Maka sudah tentu sering ada tambahan belasting itu. Sebaliknya,
Kadiroen menjanjikan kepada si pengeluh semacam itu bahwa ia akan berusaha
memajukan kehidupan rakyat. Supaya rakyat tidak merasa berat memikul kewajiban
membayar belasting. Dan memang, Kadiroen memenuhi kewajibannya serta
janjinya kepada rakyat. Siang dan malam tidak kenal lelah ia berusaha
memperbaiki penghasilan rakyat itu.
Semakin banyak rakyat yang mengadukan masalah
yang ada di desa-desa, semakin menumpuk pekerjaan Kadiroen. Dan semakin tambah
pintar pula Kadiroen memerintah distriknya. Dan ia sudah sering membikin voorstel-voorstel
(laporan) kepada pembesar-pembesarnya untuk keperluan penduduk tersebut. Di
antara voorstel-voorstel itu adalah:
a. Supaya kebun tebu
milik pabrik mendapatkan pengairan di waktu malam dan sawah milik rakyat
mendapatkan pengairan di waktu siang karena rakyat yang miskin keberatan betul
bekerja malam buat mengairi sawahnya. Sedang pabrik mempunyai modal buat
membayar mandor malam (waktu itu aturan air berkebalikan dengan voorstel
tersebut).
b. Supaya lurah dilarang
menerima premi dari pabrik buat tiap-tiap bau sawah yang oleh penduduk
desanya disewakan kepada pabrik. Sering terjadi bahwa lurah mencari premi itu
dengan perintah halus dan sebagainya kepada rakyat, supaya mereka mau
menyewakan sawahnya, hal yang mana sering merugikan keperluan rakyat di desa.
c. Supaya dilarang
pabrik memberi voorschot kepada orang kecil yang akan menyewakan
tanahnya, karena voorschot itu sering menarik rakyat yang melarat dan
bodoh. Kadiroen memberi alasan bahwa rakyat itu umpamanya anak-anak yang masih
senang bermain dengan uang. Oleh sebab itu, maka siapa pun harus dilarang jika
menyewa tanah dengan memberi voorschot uang pada orang kecil yang
menyewakannya.
d. Supaya semua orang
Jawa, Tionghoa, Arab dan lain-lainnya dilarang meminjamkan uang dengan bunga
lebih dari 10% selama satu tahun (tukang mindring rentennya sampai 250%
sampai 300% selama satu tahun). Dan gupermen supaya mengadakan sendiri bank
desa dengan bunga murah. Alasannya juga bermain-main uang sangat berbahaya
untuk anak-anak.
e. Dan voorstel-voorstel
lain yang penting untuk distriknya.
Di antara voorstel-voorstel itu, ada
yang dikabulkan oleh pembesar. Tetapi voorstel a, b, c, dan d
sudah ada lebih dari enam bulan belum ada jawabannya. Oleh sebab itu, pada
suatu hari Kadiroen meminta izin pada atasannya, Patih dan Regen, supaya ia
bisa menerangkan sendiri dengan panjang lebar dengan Tuan Asisten Residen.
Tiba-tiba Kadiroen mendapat jawaban dari atasannya, supaya Kadiroen sabar dan
percaya pada Tuan Regen. Ia seorang pejabat di bawah Regen, mesti melaporkan voorstel-voorstel
itu pada Patih dan Patih akan meneruskan pada Tuan Regen dan akan meneruskan
pula pada Tuan Asisten Residen dan seterusnya. Adapun voorstel-nya
Kadiroen lebih jauh masih diurus Tuan Patih dan Regen. Dan karena banyaknya
keinginan, urusannya mesti sedikit lama. Mendapat balasan serupa itu, maka
Kadiroen menjadi susah. Tetapi apa boleh buat, Kadiroen mau menunggu. Kadiroen
bekerja terlalu berat, sehingga pada suatu hari ia menjadi sakit. Dan terpaksa
dalam tiga buIan ia meminta cuti. Sesudah sembuh, maka ia kerja lagi, nyaris
siang-malam.
Sudah dua tahun Kadiroen menjadi wedono
dengan berusaha sekeras mungkin mengurus keperluan rakyat. Tetapi sia-sialah
pekerjaannya sebab rakyat di distriknya hampir tidak menunjukkan kemajuan
kemakmuran sama sekali. Susahnya kehidupan rakyat pada akhir tahun kedua itu
masih sama saja dengan permulaannya. Bedanya dengan distrik-distrik lain hanya
sedikit, untungnya rakyat tidak semakin bertambah melarat sebagaimana di
distrik-distrik lain di mana orang-orang kecil keadaannya semakin lama semakin
mundur.
Karena hal-hal yang serupa itu, semakin kuat
niat Kadiroen untuk menjaga keperluan rakyat yang dianggap sebagai anaknya
sendiri yang masih kecil yang berhadapan dengan "permainan uang" yang
tampak disengaja oleh pihak pabrik gula dan pihak mindring-mindring desa.
Sudah barang tentu Kadiroen tidak lupa, dan bersama-sama dengan itu, selalu
memberi keterangan pada rakyatnya supaya berhati-hati dalam mengurus uang dan
harta-hartanya. Ia selalu memberi tahu dan nasihat mengenai perkara ini.
Pada suatu hari, yaitu kira-kira sesudah
sepuluh bulan Kadiroen mengajukan voorstel a, b, c dan d, ia mendapat
kabar dari Tuan Patih bahwa voorstel tersebut telah diteruskan pada Tuan
Regen. Sesudah wedono-wedono lain dimintai pertimbangan atas masalah-masalah
ini banyak pejabat-pejabat bumiputera yang sepakat dengan kehendak Kadiroen.
Dua bulan berikutnya Kadiroen dipanggil Tuan
Asisten Residen untuk menerangkan panjang lebar, berbicara sendiri tentang
alasan-alasan voorstel-nya yang penting itu. Kadiroen menjadi bahagia
karena sekarang keputusan voorstel-nya itu sudah dekat. Begitulah, maka
pada suatu hari Kadiroen datang ke kantor Tuan Asisten Residen. Pejabat Afdeeling
ini adalah seorang Belanda yang sudah sedikit tua. la mencintai rakyat dan
orang kecil. Karena mengetahui voorstel-nya Kadiroen, ia menjadi senang
dan memberikan pujian pada Kadiroen.
Tuan Asisten Residen senang karena Kadiroen
dengan voorstel-voorstel-nya sudah berusaha keras untuk kemakmuran rakyatnya.
Tetapi, sudah barang tentu kesenangannya itu tidak lantas dengan sendirinya
menghapus perbedaan pendapat mengenai perkara-perkara di atas, antara Tuan
Asisten Residen dengan Kadiroen. Juga supaya perbedaan pendapat itu menjadi
beres, maka Kadiroen dipanggil oleh Tuan Asisten Residen. Pejabat ini
menerangkan kepada Kadiroen bahwa voorstel-voorstel itu memang sangat penting,
sehingga tidak bisa diputuskan oleh Tuan Asisten Residen sendiri. Yang
memutuskan voorstel-voorstel itu seharusnya pemerintah (gupermen) dan
ketetapannya harus disertai dengan keputusan kerajaan karena hal-hal yang ada
dalam voorstel-voorstel itu ada sangkut pautnya dengan pokok-pokok peraturan
dalam negeri.
Tuan Asisten Residen menimbang bahwa voorstel-voorstel
yang diusulkan Kadiroen itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang
pertama menyangkut orang yang meminjamkan uang dengan renten yang sangat berat
kepada rakyat.
Mengenai pasal yang pertama ini, Tuan Asisten
Residen berpendapat lain dengan Kadiroen. Ia berkeyakinan bahwa pabrik gula itu
dapat memajukan kehidupan rakyat sebab banyak membuka lapangan kerja baru serta
membantu pengedaran uang di kalangan rakyat. Memang, ada baiknya jika voorstel-voorstel
Kadiroen dalam hal ini diturutinya, tetapi Tuan Asisten Residen khawatir bahwa
pabrik lalu menderita begitu banyak kerugian dan menyebabkan kemunduran
sehingga perusahaan-perusahaan itu akhirnya ditutup. Hal yang mana akan
menyebabkan kerugian rakyat juga. Dalam selisih pendapat antara keperluan
rakyat dengan pihak pabrik memang sangat sukar ditentukan, siapa yang
seharusnya mendapat bantuan.
Tuan Asisten Residen sendiri menimbang bahwa
dalam hal ini, lebih baik pemerintah mengambil jalan yang netral dan
menyerahkan urusan ini pada pihak-pihak yang berselisih, bagaimana baiknya.
Tuan Asisten Residen sudah meminta pertimbangan Tuan Kontrolir dan Tuan
Kontrolir bermufakat dengan Kadiroen; Jadi memang ada perbedaan keyakinan
dengan Tuan Asisten Residen mengingat bahwa kebanyakan pejabat dan Kontrolir
yang ada di bawah perintah Tuan Asisten Residen bertentangan keyakinan dengan
Tuan Asisten Residen pula dan karena mereka kebanyakan sependapat dengan
Kadiroen maka Tuan Asisten Residen berjanji meneruskan voorstel-voorstel
yang diajukan Kadiroen pada Tuan Residen. Hanya saja Tuan Asisten Residen
memberi pertimbangan bahwa ia tidak sependapat. Kadiroen menilai bahwa
keputusan Tuan Asisten Residen sudah adil, sebab ada juga asisten-asisten
residen yang dengan seenaknya memotong voorstel-voorstel yang
tidak sesuai dengan pikirannya dan hanya meneruskan pikirannya sendiri saja ke
atas. Karena itu Kadiroen memuji pada Tuan Asisten Residen.
"Ya, Wedono, kowe memang setia
dan cerdik hoor!. Tetapi jangan bosan dan putus asa kalau ada hal-hal
yang tidak mencocoki dengan kehendakmu. Begitupun voorstel-voorstel-mu
itu, oleh Gupermen belum tentu disetujui dan balasannya tentu bisa sangat lama.
Urusan ini di tingkat residen ada sekitar tiga bulan, sebab mesti harus meminta
pertimbangan kepada asisten-asisten residen yang lain dan sebagainya. Habis
itu, sedikitnya sampai enam bulan harus dipertimbangkan dengan para direktur
dan sebagainya. Lalu sedikitnya sampai tiga bulan lagi baru diurus oleh Raad
van Indie. Dan enam bulan lagi pergi ke negeri Belanda atau pada Tuan Yang
Mulia Minister van Kolonien. Hal ini berhubung besarnya urusan pabrik
gula. Dan baru enam bulan lagi ada keputusan. Itu pun kalau Staten-General
(Tweede dan Eerste Kamer) dinegeri BeIanda tidak turut mempertimbangkannya.
Saya kira dalam dua atau tiga tahun lagi baru bisa diputuskan. Dan bagaimana
keputusannya itu pun saya tidak tahu!"
Begitulah, Tuan Asisten Residen menjelaskan
dengan lemah lembut. Kadiroen memperkirakan bahwa waktu yang ditempuh memang
sangat lama, tetapi apa boleh buat, memang sudah semestinya begitu.
Terhadap pasal yang kedua yaitu voorstel
tentang mendirikan bank desa dan melarang orang-orang meminjamkan uang dengan
bunga yang sangat berat, maka Tuan Asisten Residen sepakat dan mau membantu voorstel
itu. Hanya mengenai masalah mendirikan bank desa tersebut ada perbedaan
pendapat. Kadiroen berpendapat supaya modalnya diberi oleh Gupermen, sedang
Tuan Asisten Residen berpendapat supaya modalnya dicari dan dikumpulkan oleh
rakyat sendiri. Gupermen sifatnya hanya memberi bantuan (subsidi). Sebab kalau
tidak begitu, Gupermen pasti akan kekurangan uang dan tidak bisa menuruti
maksud mendirikan bank desa tersebut.
Tuan Asisten Residen berpendapat bahwa aturan
memungut bunga, caranya meminjamkan, mengatur pembukuan dan lain-lain ada
begitu banyak macamnya. Hal ini harus dipertimbangkan dan memakan waktu yang
begitu lama juga. Kira-kira juga sampai dua atau tiga tahun. Begitulah, maka Kadiroen
bermusyawarah dengan Tuan Asisten Residen. Dan sepulangnya, ia merasa sedikit
senang. Karena voorstel-voorstel-nya akan diteruskan ke pemerintah. Ia berdoa
kepada Tuhan Allah supaya kehendaknya mendapat keputusan yang baik oleh
Gupermen, agar rakyat dapat dijaga kepentingan hidupnya saat berhadapan dengan
kepentingan-kepentingan pihak lain.
Tiga tahun sudah, Kadiroen menjabat sebagai
Wedono. Pada waktu itu umurnya kira-kira baru 28 tahun, tetapi karena
kecerdikannya itu, pada suatu hari dipilih untuk mewakili Patih di Kota S,
sebab Patih di situ sedang sakit. Pada waktu mewakili Patih itu, maka pekerjaan
Kadiroen menjadi bertambah banyak. Ia mengurus pemerintahan dengan
sungguh-sungguh, sehingga hampir siang-malam ia bekerja.
Sebaliknya, pejabat-pejabat yang ada di
bawahnya banyak yang mengomel dan tidak mau membantu dengan hati ikhlas semua
maksud Kadiroen yang sangat berguna buat rakyat. Para pejabat itu hampir
semuanya mufakat dengan peraturan-peraturan apa adanya sebagaimana zaman
dahulu, yang urusannya begitu gampang dan tidak membikin pusing kepala. Saat
tourne Kadiroen sering mendapat berbagai masalah. Terpaksa ia harus
mengingatkan kepada para pejabat yang ia perintah sebab mereka sering alpa
meneruskan kehendaknya pada rakyat. Jadi ia sering mendapat masalah karena
kehendaknya sering dipotong di tengah jalan.
Selain itu, masih banyak yang salah
pengertian sehingga kemudian penerimaan rakyat menjadi keliru terhadap maksud
yang baik itu. Tetapi kesusahan Kadiroen terbesar adalah.bahwa rakyat masih saja
hidupnya tidak cukup sebagaimana seharusnya. Tandanya adalah lumbung-lumbung
padi banyak yang kosong, kerbau, sapi kepunyaan rakyat terus berkurang,
rumah-rumah rakyat tidak begitu baik dan sentosa seperti yang dahulu-dahulu.
Betul juga, rakyat yang sering dinasihati Kadiroen itu lalu pintar mengolah
uang, tetapi toh umumnya kemakmuran dan keselamatan rakyat belum maju. Itulah
yang menyusahkan Kadiroen dan memaksanya bekerja siang-malam itu. Mewakili
Patih baru dua bulan, Kadiroen jatuh sakit lagi sebab pekerjaannya terlalu
berat. Ia terpaksa meminta cuti lagi sampai dua bulan lamanya. Dan di waktu ia
kembali dari cuti dan mengurus lagi pekerjaannya, badannya menjadi sangat
kurus. Ia kelihatan lebih tua dari usia yang sebenarnya. Begitulah, maka Kadiroen
merasa terjepit.
Pejabat yang ada di bawahnya tidak membantu
dengan hati ikhlas semua kehendaknya, rakyat banyak yang salah pengertian, voorstel-voorstel
yang diusulkan sangat lama, pekerjaannya terlampau berat. Sedang hasil kerjanya
untuk rakyat hampir tidak ada dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
Kadiroen. Sungguh Kadiroen tidak bisa mengerti apa sebab-sebabnya semua ini.
Bersambung…………………………………..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar